Selasa, 06 November 2018

Maka menangislah yesus


Maka menangislah yesus

Yoh 11:1-44



1 ¶  Ada seorang yang sedang sakit, namanya Lazarus. Ia tinggal di Betania, kampung Maria dan adiknya Marta.
2  Maria ialah perempuan yang pernah meminyaki kaki Tuhan dengan minyak mur dan menyekanya dengan rambutnya.
3  Dan Lazarus yang sakit itu adalah saudaranya. Kedua perempuan itu mengirim kabar kepada Yesus: "Tuhan, dia yang Engkau kasihi, sakit."
4  Ketika Yesus mendengar kabar itu, Ia berkata: "Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan."
5  Yesus memang mengasihi Marta dan kakaknya dan Lazarus.
6  Namun setelah didengar-Nya, bahwa Lazarus sakit, Ia sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada;
7  tetapi sesudah itu Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Mari kita kembali lagi ke Yudea."
8  Murid-murid itu berkata kepada-Nya: "Rabi, baru-baru ini orang-orang Yahudi mencoba melempari Engkau, masih maukah Engkau kembali ke sana?"
9  Jawab Yesus: "Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari? Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk, karena ia melihat terang dunia ini.
10  Tetapi jikalau seorang berjalan pada malam hari, kakinya terantuk, karena terang tidak ada di dalam dirinya."
11  Demikianlah perkataan-Nya, dan sesudah itu Ia berkata kepada mereka: "Lazarus, saudara kita, telah tertidur, tetapi Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia dari tidurnya."
12  Maka kata murid-murid itu kepada-Nya: "Tuhan, jikalau ia tertidur, ia akan sembuh."
13  Tetapi maksud Yesus ialah tertidur dalam arti mati, sedangkan sangka mereka Yesus berkata tentang tertidur dalam arti biasa.
14  Karena itu Yesus berkata dengan terus terang: "Lazarus sudah mati;
15  tetapi syukurlah Aku tidak hadir pada waktu itu, sebab demikian lebih baik bagimu, supaya kamu dapat belajar percaya. Marilah kita pergi sekarang kepadanya."
16  Lalu Tomas, yang disebut Didimus, berkata kepada teman-temannya, yaitu murid-murid yang lain: "Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia."
17 ¶  Maka ketika Yesus tiba, didapati-Nya Lazarus telah empat hari berbaring di dalam kubur.
18  Betania terletak dekat Yerusalem, kira-kira dua mil jauhnya.
19  Di situ banyak orang Yahudi telah datang kepada Marta dan Maria untuk menghibur mereka berhubung dengan kematian saudaranya.
20  Ketika Marta mendengar, bahwa Yesus datang, ia pergi mendapatkan-Nya. Tetapi Maria tinggal di rumah.
21  Maka kata Marta kepada Yesus: "Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.
22  Tetapi sekarangpun aku tahu, bahwa Allah akan memberikan kepada-Mu segala sesuatu yang Engkau minta kepada-Nya."
23  Kata Yesus kepada Marta: "Saudaramu akan bangkit."
24  Kata Marta kepada-Nya: "Aku tahu bahwa ia akan bangkit pada waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman."
25  Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati,
26  dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?"
27  Jawab Marta: "Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia."
28  Dan sesudah berkata demikian ia pergi memanggil saudaranya Maria dan berbisik kepadanya: "Guru ada di sana dan Ia memanggil engkau."
29  Mendengar itu Maria segera bangkit lalu pergi mendapatkan Yesus.
30  Tetapi waktu itu Yesus belum sampai ke dalam kampung itu. Ia masih berada di tempat Marta menjumpai Dia.
31  Ketika orang-orang Yahudi yang bersama-sama dengan Maria di rumah itu untuk menghiburnya, melihat bahwa Maria segera bangkit dan pergi ke luar, mereka mengikutinya, karena mereka menyangka bahwa ia pergi ke kubur untuk meratap di situ.
32  Setibanya Maria di tempat Yesus berada dan melihat Dia, tersungkurlah ia di depan kaki-Nya dan berkata kepada-Nya: "Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati."
33 ¶  Ketika Yesus melihat Maria menangis dan juga orang-orang Yahudi yang datang bersama-sama dia, maka masygullah hati-Nya. Ia sangat terharu dan berkata:
34  "Di manakah dia kamu baringkan?" Jawab mereka: "Tuhan, marilah dan lihatlah!"
35  Maka menangislah Yesus.
36  Kata orang-orang Yahudi: "Lihatlah, betapa kasih-Nya kepadanya!"
37  Tetapi beberapa orang di antaranya berkata: "Ia yang memelekkan mata orang buta, tidak sanggupkah Ia bertindak, sehingga orang ini tidak mati?"
38  Maka masygullah pula hati Yesus, lalu Ia pergi ke kubur itu. Kubur itu adalah sebuah gua yang ditutup dengan batu.
39  Kata Yesus: "Angkat batu itu!" Marta, saudara orang yang meninggal itu, berkata kepada-Nya: "Tuhan, ia sudah berbau, sebab sudah empat hari ia mati."
40  Jawab Yesus: "Bukankah sudah Kukatakan kepadamu: Jikalau engkau percaya engkau akan melihat kemuliaan Allah?"
41  Maka mereka mengangkat batu itu. Lalu Yesus menengadah ke atas dan berkata: "Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu, karena Engkau telah mendengarkan Aku.
42  Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku, tetapi oleh karena orang banyak yang berdiri di sini mengelilingi Aku, Aku mengatakannya, supaya mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku."
43  Dan sesudah berkata demikian, berserulah Ia dengan suara keras: "Lazarus, marilah ke luar!"
44  Orang yang telah mati itu datang ke luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan kain peluh. Kata Yesus kepada mereka: "Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi."





Coba terka, ayat mana yang paling pendek dalam alkitab? jawab yang betul: “ maka menangislah yesus”  di Yohanes 11: 35. hanya tiga kata saja.  Dalam  Alkitab inggris RSV bahkan hanya 2 kata : Jesus  wept. Alkitab bahasa asli menulis edakusen ho Iesous,  artinya: Yesus meneteskan air mata.
Biasanya kita membayangkan Tuhan Yesus sebagai putra Allah yang penuh kuasa. Yesus  digambarkan sebagai seorang pria muda berbadan tegap, berwibawa dan berwatak tegas.  yang pasti kita tidak membayangkan Yesus sebagai seorang mudah berkecil hati, mudah jatuh dalam emosi dan mudah menangis.  Namun  di sini dikatakan bahwa Yesus meneteskan air mata.  Yesus  menangis. Yesus  merasa sedih.  Atau  lebih tepat:  Yesus merasakan kesedihan Maria dan Martha karena kematian saudara kandung mereka.  yaitu  Lazarus. “ ketika Yesus melihat Maryam menangis dan juga orang-orang yahudi yang datang bersama- sama dia, maka masygullah hatinya ia sangat terharu …” [yohanes 11: 33].
Sekarang harap ada baca dahulu bagian Alkitab ini,  yaitu Yohanes 11: 1-44. Apa yang diperbuat Tuhan Yesus ketika berhadapan dengan Maria dan Martha yang tengah ditimpa musibah? Atau,  mari kita mundur kan dulu pertanyaan itu ke belakang ke konteks yang lebih umum : apa yang kita perbuat ketika berhadapan dengan seseorang yang kena musibah?  yang  biasanya kita lakukan adalah menghibur atau mengucapkan kata-kata penghiburan .  Namun  Yesus tidak mengucapkan kata-kata penghiburan terhadap Maria dan Martha. Mengobral  kata-kata penghiburan  memang ada bahayanya.  Kata-kata itu mengalir dengan mudah dan manis dari bibir kita. Semua  orang pun tahu kata-kata penghiburan itu hanya bersifat klise dan murahan. Padahal  bukan itu yang terutama dibutuhkan orang yang sedang kedukaan atau kena musibah.
Yang  dilakukan Tuhan Yesus adalah justru yang paling sulit diperbuat.  Namun  yang paling diperlukan orang yang sedang ditimpa penderitaan, yaitu bersedia untuk menyelami,  memahami dan turut merasakan penderitaan itu.Perhatikan catatan “maka masygullah hatinya “  dan “ Dia sangat terharu “ di ayat 33 dan “ maka masygullah pula hati yesus “ di ayat 38. Itulah  yang diperbuat  Tuhan Yesus. Ia  memahami dan turut merasakan penderitaan Maria dan Marta. Ia  bersimpati dalam bahasa yunani: sun patheo,  artinya ber perasaan sama.  Dan  soldier dalam bahasa latin: in solidum,  artinya semua untuk satu,  dengan Maria dan Martha. Maka  menetes lah air mata Yesus.
Bukankah itu yang diperbuat Tuhan Yesus sepanjang jalan hidup-Nya?  Iya  bukan meninjau , mengamati,  mempelajari dan membahas penderitaan manusia,  melainkan turut merasakan penderitaan itu secara langsung.  Hidup-Nya  sepanjang 33 tahun di jalani-Nya dengan merasakan lapar , lelah, takut, sedih, jengkel, kecewa, marah, nyeri, di benci, dihina, ditolak, diiri, didengki, dikhianati di fitnah, ditinggalkan, dimusuhin, dikambing hitamkan, dan 1001 macam penderitaan lain.
Gereja  purba yang muncul segera setelah kehidupan dan pekerjaanTuhan Yesus memberi kesaksian bahwa segala penderitaan Yesus itu merupakan perwujudan dari belas kasihan Allah kepada manusia . Tuhan bukan hanya memandang penderitaan manusia dari atas,  melainkan Tuhan turun dan menjelma menjadi seorang manusia bernama Yesus orang Nazareth yang sepenuhnya menyamakan diri dengan orang-orang sekita-Nya sehingga dengan demikian Tuhan dapat turut merasakan penderitaan manusia . “Itulah sebabnya,  maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya,  supaya  Ia menjadi imam besar dan menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Tuhan untuk mendamaikan dosa  seluruh bangsa “ [Ibrani 2: 17].  Itulah  belas kasihan dalam tindakan nyata. Dalam  bahasa Belanda, kasihan adalah medelijden yang berasal dari kata mee lijden  yang berarti ikut menderita.  Kasihan  Tuhan bukan hanya sekedar luapan perasaan emosional yang mengeluarkan kata-kata murahan, “ oh kasihan”  melainkan melahirkan perbuatan atau tindakan nyata yang terbentuk ikut merasakan penderitaan.
Jika umat manusia diibaratkan seperti seorang yang tenggelam di sungai, Tuhan bukan meneriakkan nasehat atau petunjuk untuk menyelamatkan diri.  Tuhan  bukan pula melemparkan pelampung atau tali penolong. Yang  diperbuat Tuhan adalah langsung lompat turun ke air, berenang dan menggendong orang yang tenggelam itu. Itulah  Tuhan dalam diri Yesus kristus.
Itulah sebabnya masa 33 tahun hidup yesus dikabarkan hanya dengan satu kata kerja dalam Pengakuan Iman Rasuli. Perhatikan  kata-kata kerja dalam urutan kronologi anak kalimat ini: “… Lahir dari anak dara Maria, yang menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan …”  Hanya ada satu kata kerja yang digunakan untuk merumuskan seluruh hidup-hidup Tuhan Yesus,  yaitu menderita.
 Allah  adalah Allah yang bersimpati dan solider dengan penderitaan manusia. Allah  mau turut merasakan penderitaan manusia. Maka menderitalah Allah.  Maka  menangislah yesus.

Selamat mengikut Dia.






33 renungan tentang Kristus oleh Dr. andar ismail


Biarlah orang mati menguburkan orang mati


Biarlah orang mati menguburkan orang mati


Siapa akan menyangka bahwa ucapan itu akan muncul dari mulut Tuhan Yesus. Ucapan itu terdengarnya sangat kasar. Coba bayangkan ketika kita sedang ditimpa kedukaan karena kematian sang ayah. Dengan rasa sedih kita menyiapkan penguburan jenasahnya sebagai tanda cinta terakhir yang dapat kita perbuat untuk sang ayah. Tetapi seseorang berkata, “ mau apa kamu mengurus orang yang sudah mati? “ kita  pasti tersinggung mendengar ucapan itu.
Dan itulah ucapan Tuhan Yesus seperti yang dicatat oleh Matius: ‘’ Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka’’ [ Mat 8:22], dan Lukas : ‘’ Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah kerajaan Allah di mana-mana. ‘’ [Luk 9:60]
Sebenarnya, ucapan Tuhan Yesus bagi telinga orang Yahudi pada zaman itu tidaklah terasa kasar, sebab ucapan itu berasal dari peribahasa ibrani yang berbunyi: ‘’ seperti membiarkan orang mati menguburkan orang mati. ‘’ perbuatan itu berarti perbuatan yang sangat tidak bertanggung jawab; sebab dalam masyarakat yahudi mengurus pemakaman merupakan suatu tanggung jawab kepada keluarga dan komunitas. Melakukan pemakaman secara baik dinilai penting. Tidak akan ada anak dalam masyarakat Yahudi yang akan menelantarkan pemakaman orangtuanya. Sebagai anggota komunitas Yahudi, Tuhan Yesus tahu betul adat yang berlaku dalam hal ini: penguburan orang yang meninggal adalah perkara yang sangat penting. Lalu disini Tuhan Yesus berkata, “ ikutlah Aku, biarlah orang mati menguburkan orang mati.”  Maksudnya: menguburkan orang mati adalah sangat penting, dan mengikut Yesus adalah lebih penting lagi. Dengan perkataan lain, mengikut Yesus adalah urusan yang lebih penting dari urusan yang paling penting.
Jadi, di sini Tuhan Yesus sama sekali bukan bermaksud  agar orang itu menelantarkan pemakaman  ayahnya. Orang itu perlu memakamkan ayahnya dengan penuh khitmat dan hormat. Kalau pemakaman itu begitu bermakna, hendaklah diketahui bahwa mengikut Yesus mempunyai makna yang lebih besar lagi. Mengikut Yesus tidak boleh dianggap sepele, sebab mengikut Yesus adalah perbuatan yang berada diatas perbuatan yang paling penting dalam hidup seorang Yahudi, yaitu menguburkan jenazah ayahnya.
Ucapan lain yang sejajar dengan itu, yang hanya terdapat daam injil Lukas, adalah “ setiap orang yang siap membajak tetapi menoleh kebelakang, tidak layak untuk kerajaan Allah.” [Luk 9:62]. Ucapan ini pun termasuk “ucapan peribahasa” (proverbial saying) Yesus. Pada zaman itu ada peribahas ibrani yang berbunyi, “seperti orang yang membajak dan menoleh kebelakang” artinya melakukan sesuatu tidak dengan sepenuh hati. Dengan peribahasa itu Tuhan Yesus menanggapi orang yang  berkata, “aku akan mengikut Engkau Tuhan , tetapi ijinkanlah aku berpamitan dahulu dengan keluargaku” (Luk 9:61). Di sini Tuhan Yesus bukan melarang orang itu berpamitan. Yang dikemukakan dalam jawab Yesus: mengikut Yesus bukan perbuatan yang bisa dilakukan dengan setengah-setengah.
Memang tidak selalu mudah memahami ucapan Tuhan Yesus, lebih-lebih lagi ucapa-Nya yang termasuk “ucapan peribahasa”. Orang itu bertanya tentang menguburkan ayahnya, tetapi Tuhan Yesus tidak menjawab pertanyaan itu,melainkan dengan menggunakan sebuah peribahasa tentang menguburkan ayah, Yesus menekankan tingginya nilai mengikut Dia. Orang lain bertanya tentang pamitan, tetapi Tuhan Yesus tidak menjawab pertanyaan itu, melainkan dengan menggunakan peribahasa tentang pembajak ladang, Yesus menekankan tentang kesungguhan hati dalam mengikut Dia.
Ada kemungkinan bahwa orang membaca kedua ucapan itu dengan mengira bahwa Tuhan Yesus menuntut ketaatan yang radikal. Sebenarnya, pokok bahasan disini bukanlah tentang ketaatan yang radikal, melainkan kesungguhan yang radikal. Kedua ucapan itu menantang kesungguhan para pengikut: apakah kita mengikut Yesus dengan kesungguhan? Apakah mengikut Yesus kita tempatkah sebagai perkara yang paling utama, sehingga pikira, perkataan dan perbuatan kota mengikuti jejak Yesus?
Kesungguhan dalam mengikut Yesus, juga dikemukakan-Nya dalam ucapan yang lain. Di Matius 10:37 tercatat, “barang siapa mengsihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku.” Ucapan itu dirumuskan lebih keras oleh Lukas: “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, istrinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku” (Luk 14:26).
Sama sekali bukan maksud Yesus agar orang membenci orangtua dan keluarganya. Hal ini sungguh bertentangan dengan perbuatan Yesus sendiri.  Sampai detik-detik terakhir dalam hidup-Nya ia masih memikirkan kesejahteraan ibu-Nya.Yesus prihatin tentang siapa yang akan merawat ibu-Nya setelah Ia disalibkan; sebab itu Ia menitipkan ibu-Nya kepada Yohanes ( Yoh 19:26-27). 
Ucapan yang dicatat Matius dan Lukas ini termasuk “ucapan berlebihan “ (exaggerated saying) yang digunakan untuk menonjolkan pesan secara mencolok. Budaya Yahudi sangat bersifat komunal dan menjunjung tinggi kuatnya pertalian keluarga, baik dengan kerabat sedarah maupun kerabat nikah. Setiap orang terikat kepada komitmen kekerabatan. Komitmen itu antara lain tampak pada adat bahwa seorang adik laki-laki harus menikah dengan istri kakaknya jika kakaknya meninggal dunia.
Lalu dengan ucapanya itu, Tuhan Yesus memberi pesan bahwa di atas komitmen kekerabatan yang sangat tinggi tersebut masih ada komitmen yang lebih tinggi lagi, yaitu komitmen orang yang mau berjalan dibelakang Yesus.
Berjalan dibelakang Yesus memang merupakan keputusan yang menentukan dan perbuatan yang mempengaruhi eluruh kehidupan kita. Mengikut Yesus adalah lebih luhur dari apa yang selama ini kita hargai sebagai hal yang paling luhur, yaitu menghormati orangtua dan mencintai keluarga kita. Mengikut Yesus meminta komitmen dan kesungguhan melebihi segala komiten dan kesungguhan yang sedang kita jalani selama ini.

Selamat mengikut Yesus



Dipetik dari 33 renungan tentang kristus oleh Dr.Andar ismail


Kamis, 16 Agustus 2018

Mendapatkan Jalan dan Mendapatkan Hidup


Mendapatkan Jalan dan Mendapatkan Hidup


Kalau tersesat di Jakarta kita bisa menanyakan jalan, tetapi kalau tersesat di Gunung Gede kita bisa celaka. Dalam keadaan seperti itu menemukan jalan adalah perkara hidup dan mati. Sering kita mendengar tentang pendaki gunung yang tewas akibat tersesat dan tidak menemukan jalan. Dalam keadaan itu kita baru sadar tentang pentingnya jalan. Menemukan jalan berarti hidup; sebaliknya tidak menemukan jalan berarti mati. Disini jalan menjadi jalan kehidupan atau jalan yang mendatangkan hidup.
Tuhan Yesus juga berbicara tentang jalan seperti itu. Ia menyebutnya “ jalan yang menuju kepada kehidupan”. Menurut Mat 7:13-14 Yesus berkata, “masuklah melalui pintu yang sesak itu,karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan,dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang enuju kepada kehidupan dan sedikit orang yang mendapatinya.” Perhatikan kontras-kontras dalam ucapan itu: yang lebar dan yang sempit, banyak dan sedikit, kebinasaan dan kehidupan. Lalu Yesus menyuruh murid-Nya memilih jalan yang sempit karena jalan itu menuju pada kehidupan, sedangkan jalan yang lebar menuju pada kebinasaan.
Pada kesempatan lain Tuhan Yesus Berbicara tentang jalan yang menuju kepada Bapa. Secara tersirat Ia menunjuk bahwa Ia sedang berjalan di jalan itu. Lalu Ia membuat pernyataan bawha Ia sendiri adalah jalan itu: “ Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak seorangpun yang datang kepada Bapa , kalau tidak melalui Aku “ [Yoh. 14:6 ].
Ketika Yesus berbicara tentang kehidupan, konteksnya selalu mengisyaratkan bahwa jalan itu penuh dengan penderitaan. Di sini tampak suatu paradoks: ja;an yang memberi kehidupan adalah jalan penderitaan. Yesus mengatakan demikian karena kehidupan didapatkan melalui penderitaan. Seluruh hidup Tuhan Yesus yang 33 tahun itu penuh dengan penderitaan. Bagi Yesus, hidup dan penderitaan bukan dua hal yang saling bertentangan, melainkan saling mengisi. Justru melalui penderitaan terjadi kehidupan.
Yang dimaksud dengan kehidupan disini bukanlah dalam arti biologis. Secara biologis ciri hidup adalah masih bernapas. Namun, alkitab mempunyai ukuran yang lain tentang hidup, yaitu ukuran teologis.  Ciri hidup secara teologis asalah berada dalam hubungan yang benar dengan Tuhan dan sesama ciptaan. Dalam Perjanjian Baru hidup seperti itu disebut hidup yang kekal atau juga hidup tanpa tambahan kata kekal. Ungkapan kata hidup yang kekal (Yunani: zo-en aionion) bukanlah pertama-tama berarti hidup yang abadi, langgeng atau hidup yang berlangsung selama-lamanya tanpa akhir, melainkan hidup yang sejati, yang padat, yang bermutu, yang sifat dan isinya benar-benar sesuaidengan apa yang dimaksudkan Tuhan. Dan yang dimaksudkan Tuhan dengan hidup adalah aar kita berada dalam hubungan yang benar dengan Tuhan dan dengan segala ciptaan-Nya. Jadi yang dimaksud dengan  hidup kekal bukanlah pertama-tama dalam arti kuantitas, melainkan kualitas. Hidup dengan kualitas seperti itu bisa terjadi kalau kita rela menderita, yaitu menempatkan kehendak sendiri dalam keterkaitan dengan kehendak Tuhan dan kebutuhan orang lain.
Itulah yang diperbuat Tuhan Yesus. Keberadaan-Nya bukanlah untuk diri-Nya sendiri. Hidup-Nya tidak berorientasi pada diri sendiri. Melainkan kepada pihak lain, yaitu hidup untuk Bapa-Nya dan untuk manusia. Sikap itu dijalanka-Nya sepanjang hidup-Nya, dan puncaknya tampak pada penyalipan dan kebangkitan-Nya. Tuhan membangkitkan Dia sebagai tanda bahwa Bapa mengabsahkan orientasi hidp Yesus. Pada hari paskah terjadi pada apa yang tadi disebut: melalui penderitaan timbul kehidupan.
Secara biologis kita memang hidup. Bahkan kita hidup dengan jaya; tubuh kita sehat dan penampilan kita segar bugar. Tetapi itu sama sekali bukan berarti bahwa kita hidup secara teologis. Perbedaan dua macam ukuran itu tampak dalam cerita Adam. Tuhan melarang Adam makan buah terlarang, sebab “ pada hari engkau memakanya, pastilah engkau mati “ [Kej. 2:7]. Namun Adam memakan buah itu. Apakah pada hari itu Adam mati? Tidak, Adam tetap hidup, tetapi hidupnya secara biologis saja, sebab secara teologis ia mati. Pelanggaran yang dibuat adam telah merusakan hubungan dengan Bapa. Adam malu dan tidak berani berjumpa dengan Bapa. Hubunganya dengan Bapa telah rusak. Ia menjadi seperti jam besar yang rusak dilapangan merdeka. Jam itu tampak bagus tapi jam itu mati. Tuhan Yesus menghendaki agar kita hidup bukan hanya secara biologis saja melainkan juga secara teologis, yaitu berada dalam hubungan yang benar dengan Bapa dan sesama kita. Itulah hidup yang kekal atau hidup yang sejati yang sudah boleh kita jalani mulai dari sekarang. Oleh sebab itu Tuhan Yesus mengajak kita untuk berjalan dibelakang-Nya dan mengikuti Dia. Mengikuti Dia berarti mendapatkan jalan. Dan mendapatkan jalan berarti mendapatkan hidup.
Selamat mengikut Yesus
 
 


Selasa, 12 Desember 2017

Apakah Yesus lahir tanggal 25 Desember?

Apakah Yesus lahir tanggal 25 Desember?

Ada banyak orang mempertanyakan, apakah benar Tuhan Yesus Kristus lahir di dunia tanggal 25 Desember? Sejumlah orang kemudian membuat banyak teori, yang seolah-olah ingin menunjukkan bahwa hari raya Natal di tanggal 25 Desember berasal dari kebiasaan kafir. Apakah benar demikian?
Keberatan dan tanggapan tentang perayaan Natal 25 Desember
Berikut ini adalah penjelasan yang kami sarikan dari buku karangan Taylor Marshall, The Eternal City: Rome and Origins of Catholic Christianity, ((Link:  http://taylormarshall.com/2012/12/yes-christ-was-really-born-on-december.html)), [teks dalam kurung adalah tambahan dari Katolisitas]:
Gereja Katolik, setidaknya sejak abad kedua, telah mengklaim bahwa Kristus lahir di tanggal 25 Desember. Meskipun demikian, ada banyak pendapat bahwa Tuhan kita Yesus Kristus tidak lahir pada tanggal itu. Berikut ini adalah tiga macam keberatan yang umum terhadap tanggal tersebut, dan  tanggapan atas masing-masing keberatan itu:
Keberatan 1: Tanggal 25 Desember dipilih untuk mengganti festival pagan Romawi, yang dinamakan Saturnalia. Saturnalia adalah festival musim dingin yang populer, sehingga Gereja Katolik dengan bijak menggantikannya dengan perayaan Natal.
Tanggapan atas Keberatan 1: Saturnalia adalah peringatan winter solstice, yaitu titik terjauh matahari dari garis khatulistiwa bumi. Namun demikian titik winter solstice jatuh pada tanggal 22 Desember. Memang benar bahwa perayaan Saturnalia dapat dimulai sejak tanggal 17 Desember sampai 23 Desember. Tetapi dari tanggalnya sendiri, tidak cocok [tidak ada kaitannya dengan tanggal 25 Desember].
Keberatan 2: Tanggal 25 Desember dipilih untuk menggantikan hari libur Romawi, Natalis Solis Invicti, yang artinya, “Kelahiran dari Matahari yang tak Terkalahkan” [atau dikenal sebagai kelahiran dewa matahari]
Tanggapan atas Keberatan 2: Pertama-tama, mari memeriksa kultus Matahari yang tak Terkalahkan. Kaisar Aurelian memperkenalkan kultus Sol Invictus atau Matahari yang tak Terkalahkan di Roma tahun 274. Aurelian mendirikan pergerakan politik dengan kultus ini, sebab namanya sendiri Aurelian, berasal dari kata Latin aurora, yang artinya “matahari terbit”. Uang logam koin masa itu menunjukkan bahwa Kaisar Aurelian menyebut dirinya sendiri sebagai Pontifex Solis atau Pontiff of the Sun (Imam Agung Matahari). Maka Kaisar Aurelian mendirikan kultus matahari itu dan mengidentifikasikan namanya dengan dewa matahari, di akhir abad ke-3.
Yang terpenting, tidak ada bukti historis tentang adanya perayaan Natalis Sol Invictus pada tanggal 25 Desember, sebelum tahun 354. Dalam sebuah manuskrip yang penting di tahun 354, terdapat tulisan bahwa tanggal 25 Desember tertulis, “N INVICTI CM XXX.” Di sini N berarti “nativity/ kelahiran”. INVICTI artinya “Unconquered/ yang tak terkalahkan”. CM artinya, “circenses missusgames ordered/ permainan yang ditentukan/ diperintahkan.” Angka Romawi XXX sama dengan tiga puluh. Maka tulisan tersebut artinya ialah 30 permainan yang ditentukan untuk kelahiran Yang tak terkalahkan, pada tanggal 25 Desember. Perhatikan bahwa di sini kata “matahari” tidak disebutkan. [Maka bagaimana dapat dipastikan bahwa itu mengacu kepada dewa matahari?].  Selanjutnya, naskah kuno tersebut juga menyebutkan, “natus Christus in Betleem Iudeae/ kelahiran Kristus di Betlehem, Yudea” di tanggal 25 Desember itu. ((The Chronographyof AD 354. Part 12: Commemorations of the Martyrs.  MGH Chronica Minora I (1892), pp. 71-2.))
Tanggal 25 Desember baru menjadi hari “Kelahiran Matahari yang tak terkalahkan” sejak pemerintahan  kaisar Julian yang murtad. Kaisar Julian pernah menjadi Kristen, tetapi telah murtad dan kembali ke paganisme Romawi. Sejarah menyatakan bahwa Kaisar Julian itulah yang menentukan hari libur pagan tanggal 25 Desember… Ini menyatakan apa?
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa “Matahari yang tak terkalahkan” bukanlah dewa yang popular di kekaisaran Romawi [sebab sebenarnya bukan dewa, tetapi suatu karakter yang dihubungkan dengan kaisar tertentu.] …Lagi pula, tradisi perayaan pada tanggal 25 Desember tidak ada dalam kalender Romawi sampai setelah Roma menjadi negara Kristen. Kelahiran Sang Matahari yang Tak Terkalahkan adalah sesuatu yang jarang dikenal dan tidak popular. Perayaan Saturnalia yang disebut di atas lebih popular … Sepertinya, lebih mungkin bahwa Kaisar Julian yang murtad itulah yang berusaha untuk memasukkan hari libur pagan, untuk menggantikan perayaan Kristen.
[Tambahan dari Katolisitas:
Maka penghubungan tanggal 25 Desember dengan perayaan agama pagan, itu sejujurnya adalah hipotesa. Silakan Anda klik di Wikipedia, bahwa penghormatan kepada dewa Sol Invictus di kerajaan Romawi, itu dimulai tanggal 274 AD. Maka penghormatan umat Kristen kepada Kristus, Sang Terang Dunia (Yoh 9:5), itu sudah ada lebih dulu daripada penghormatan kepada dewa Sol Invictus/ dewa matahari kerajaan Romawi. Nyatanya memang ada sejumlah orang yang menghubungkan peringatan kelahiran Yesus pada tanggal 25 Desember dengan perayaan dewa Sol Invictus itu. Sumber Wikipedia itu sendiri ((Link: https://en.wikipedia.org/wiki/Sol_Invictus#Sol_Invictus_and_Christianity_and_Judaism)) menyatakan bahwa hipotesa ini secara serius layak dipertanyakan. Bukti prasasti di zaman Kaisar Licinius, menuliskan bahwa perayaan dewa Sol itu jatuh tanggal 19 Desember. Prasasti tersebut juga menyebutkan persembahan kepada dewa Sol itu dilakukan di tanggal 18 November. (Wallraff 2001: 174–177). Bukti ini sendiri menunjukkan adanya variasi tanggal perayaan dewa Sol, dan juga bahwa perayaannya tersebut baru marak dilakukan di abad ke-4 dan 5, jauh setelah zaman Kristus dan para Rasul. Dengan demikian, pandangan yang lebih logis adalah bahwa para kaisar itu yang “mengadopsi” perayaan Natal 25 Desember sebagai perayaan dewa matahari-nya mereka, daripada kita umat Kristen yang mengadopsinya dari mereka.]
Keberatan 3: Kristus tidak mungkin lahir di bulan Desember sebab St. Lukas menjabarkan bahwa para gembala menggembalakan domba-domba di padang Betlehem. Gembala tidak menggembalakan pada saat musim dingin. Maka Kristus tidak mungkin lahir di musim dingin.
Tanggapan terhadap Keberatan 3: Palestina bukan Inggris atau Rusia atau Alaska. Betlehem terletak di lintang 31.7 [dari garis khatulistiwa, lebih dekat sedikit ke khatulistiwa daripada kota Dallas, Texas di Amerika, 32.8]. Adalah masih nyaman untuk berada di luar di bulan Desember di Dallas, [maka demikian juga dengan di Betlehem]. Sebab di Italia, yang terletak di garis lintang yang lebih tinggi dari Betlehem, seseorang masih dapat menggembalakan domba di akhir bulan Desember.
Penentuan kelahiran Kristus berdasarkan Kitab Suci
Penentuan kelahiran Kristus berdasarkan Kitab Suci, terdiri dari 2 langkah. Pertama adalah menentukan kelahiran St. Yohanes Pembaptis. Langkah berikutnya adalah menggunakan hari kelahiran Yohanes Pembaptis sebagai kunci untuk menentukan hari kelahiran Kristus. Kita dapat menemukan bahwa Kristus lahir di akhir Desember dengan mengamati kali pertama dari tahun itu, yang disebutkan oleh St. Lukas, St. Zakaria melayani di bait Allah. Ini memberikan kepada kita perkiraan tanggal konsepsi St. Yohanes Pembaptis. Dari sini dengan mengikuti kronologis yang diberikan oleh St. Lukas, kita sampai pada akhir Desember sebagai hari kelahiran Yesus.
St. Lukas mengatakan bahwa Zakaria melayani pada ‘rombongan Abia’ (Luk 1:5). Kitab Suci mencatat adanya 8 rombongan di antara 24 rombongan imamat (Neh 12:17). Setiap rombongan imam melayani satu minggu di bait Allah, dua kali setahun. Rombongan Abia melayani di giliran ke-8 dan ke-32 dalam siklus tahunan. Namun bagaimana siklus dimulai?
Josef Heinrich Friedlieb telah dengan meyakinkan menemukan bahwa rombongan imam pertama, Yoyarib, bertugas sepanjang waktu penghancuran Yerusalem pada hari ke-9 pada bulan Yahudi yang disebut bulan Av. ((Josef Heinrich Friedlieb’s Leben J. Christi des Erlösers. Münster, 1887, p. 312.)) Maka masa rombongan imamat Abia (yaitu masa Zakaria bertugas) melayani adalah minggu kedua bulan Yahudi yang disebut Tishri, yaitu minggu yang bertepatan dengan the Day of Atonement, hari ke-10. Di kalender kita, the Day of Atonement dapat jatuh di hari apa saja dari tanggal 22 September sampai dengan 8 Oktober.
Dikatakan dalam Injil bahwa Elisabet mengandung ‘beberapa lama kemudian/ after these days‘ setelah masa pelayanan Zakaria (lih. Luk 1:24). Maka konsepsi St. Yohanes Pembaptis dapat terjadi sekitar akhir September, sehingga menempatkan kelahiran St. Yohanes Pembaptis  di akhir Juni, meneguhkan perayaan Gereja Katolik tentang Kelahiran St. Yohanes Pembaptis tanggal 24 Juni.
Buku Protoevangelium of James dari abad ke-2 menggambarkan St. Zakaria sebagai imam besar dan memasuki tempat maha kudus…. dan ini mengasosiasikan dia dengan the Day of Atonement, yang jatuh di tanggal 10 bulan Tishri (kira-kira akhir September). Segera setelah menerima pesan dari malaikat Gabriel, Zakaria dan Elizabet mengandung Yohanes Pembaptis. Perhitungan empat puluh minggu setelahnya, menempatkan kelahiran Yohanes Pembaptis di akhir Juni, meneguhkan perayaan Gereja Katolik tentang Kelahiran St. Yohanes Pembaptis tanggal 24 Juni.
Selanjutnya… dikatakan bahwa sesaat setelah Perawan Maria mengandung Kristus, ia pergi untuk mengunjungi Elisabet yang sedang mengandung di bulan yang ke-6. Artinya umur Yohanes Pembaptis 6 bulan lebih tua daripada Yesus Kristus (lih. Luk 1:24-27, 36). Jika 6 bulan ditambahkan kepada 24 Juni maka diperoleh 24-25 Desember sebagai hari kelahiran Kristus. Jika tanggal 25 Desember dikurangi 9 bulan, diperoleh hari peringatan Kabar Gembira (Annunciation) yaitu tanggal 25 Maret… Maka jika Yohanes Pembaptis dikandung segera setelah the Day of Atonement, maka tepatlah penanggalan Gereja Katolik, yaitu bahwa kelahiran Yesus jatuh sekitar tanggal 25 Desember.
Selain itu Tradisi Suci juga meneguhkan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Tuhan Yesus. Sumber dari Tradisi tersebut adalah kesaksian Bunda Maria sendiri. Sebagai ibu tentu ia mengetahui dengan rinci tentang kelahiran anaknya [dan ini yang diteruskan oleh para rasul dan para penerus mereka]. Bunda Maria pasti mengingat secara detail kelahiran Yesus ini yang begitu istimewa, yang dikandung tidak dari benih laki-laki, yang kelahirannya diwartakan oleh para malaikat, lahir secara mukjizat dan dikunjungi oleh para majus.
Sebagaimana umum bahwa orang bertanya kepada orangtua yang membawa bayi akan umur bayinya, demikian juga orang saat itu akan bertanya, “berapa umur anakmu?” kepada Bunda Maria. Maka tanggal kelahiran Yesus 25 Desember (24 Desember tengah malam), akan sudah diketahui sejak abad pertama. Para Rasul pasti akan sudah menanyakan tentang hal ini dan baik St. Matius dan Lukas mencatatnya bagi kita. Singkatnya, adalah sesuatu yang masuk akal jika para jemaat perdana telah mengetahui dan merayakan kelahiran Yesus, dengan mengambil sumber keterangan dari ibu-Nya.
Kesaksian berikutnya adalah dari para Bapa Gereja abad-abad awal (abad 1 sampai awal abad 4) di masa sebelum pertobatan Kaisar Konstantin dan kerajaan Romawi. Para Bapa Gereja tersebut telah mengklaim tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Kristus.
Catatan yang paling awal tentang hal ini adalah dari Paus Telesphorus (yang menjadi Paus dari tahun 126-137), yang menentukan tradisi Misa Tengah malam pada Malam Natal… Kita juga membaca perkataan Teofilus (115-181) seorang Uskup Kaisarea di Palestina: “Kita harus merayakan kelahiran Tuhan kita pada hari di mana tanggal 25 Desember harus terjadi.” ((Magdeburgenses, Cent. 2. c. 6. Hospinian, De origine Festorum Christianorum.))
Tak lama kemudian di abad kedua, St. Hippolytus (170-240) menulis demikian: “Kedatangan pertama Tuhan kita di dalam daging terjadi ketika Ia dilahirkan di Betlehem, di tanggal 25 Desember, pada hari Rabu, ketika Kaisar Agustus memimpin di tahun ke-42, …. Ia [Kristus] menderita di umur tiga puluh tiga, tanggal 25 Maret, hari Jumat, di tahun ke-18 Kaisar Tiberius, ketika Rufus dan Roubellion menjadi konsul. ((St. Hippolytus of Rome, Commentary on Daniel.))
Dengan demikian tanggal 25 Maret menjadi signifikan, karena menandai hari kematian Kristus (25 Maret sesuai dengan bulan Ibrani Nisan 14- tanggal penyaliban Yesus. Kristus, sebagai manusia sempurna- dipercaya mengalami konsepsi dan kematian pada hari yang sama, yaitu tanggal 25 Maret…Maka tanggal 25 Maret dianggap istimewa dalam tradisi awal Kristiani. 25 Maret ditambah 9 bulan, membawa kita kepada tanggal 25 Desember, yaitu kelahiran Kristus di Betlehem.
St. Agustinus meneguhkan tradisi 25 Maret sebagai konsepsi Sang Mesias dan 25 Desember sebagai hari kelahiran-Nya: “Sebab Kristus dipercaya telah dikandung di tanggal 25 Maret, di hari yang sama saat Ia menderita; sehingga rahim Sang Perawan yang di dalamnya Ia dikandung, di mana tak seorang lain pun dikandung, sesuai dengan kubur baru itu di mana Ia dikubur, di mana tak seorang pun pernah dikuburkan di sana, baik sebelumnya maupun sesudahnya. Tetapi Ia telah lahir, menurut tradisi, di tanggal 25 Desember.” ((St. Augustine, De Trinitate, 4, 5.))
Di sekitar tahun 400, St. Agustinus juga telah mencatat bagaimana kaum skismatik Donatist merayakan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Kristus, tetapi mereka menolak merayakan Epifani di tanggal 6 Januari, sebab mereka menganggapnya sebagai perayaan baru tanpa dasar dari Tradisi Apostolik. Skisma Donatist berasal dari tahun 311, dan ini mengindikasikan bahwa Gereja Latin telah merayakan hari Natal pada tanggal 25 Desember sebelum tahun 311. Apapun kasusnya, perayaan liturgis kelahiran Kristus telah diperingati di Roma pada tanggal 25 Desember, jauh sebelum Kristianitas dilegalkan dan jauh sebelum pencatatan terawal dari perayaan pagan bagi kelahiran Sang Matahari yang tak Terkalahkan. Untuk alasan ini, adalah masuk akal dan benar untuk menganggap bahwa Kristus benar telah dilahirkan di tanggal 25 Desember, dan wafat dan bangkit di bulan Maret, sekitar tahun 33.
Sedangkan tentang perhitungan tahun kelahiran Yesus, menurut Paus Benediktus XVI dalam bukunya Jesus of Nazareth: The Infancy Narratives, adalah sekitar tahun 7-6 BC. Paus mengutip pandangan seorang astronomer Wina, Ferrari d’ Occhieppo, yang memperkirakan terjadinya konjungsi planet Yupiter dan Saturnus yang terjadi di tahun 7-6 BC (yang menghasilkan cahaya bintang yang terang di Betlehem), yang dipercaya sebagai tahun sesungguhnya kelahiran Tuhan Yesus. ((Pope Benedictus XVI,  Jesus of Nazareth: The Infancy Narratives, kindle version, loc. 1097-1101))

Katolisitas.org


Sabtu, 21 Oktober 2017

Berjalan di belakang Yesus

Berjalan di belakang Yesus

Mari, ikutlah Aku “. Kalimat singkat ajakan Yesus itu telah mengubah hidup dua belas orang Galilea dan di kemudian hari ribuan juta orang lain di segala benua. Apa maksud ajakan itu?
            Di Matiud 4:19-20 tertulis : “Yesus berkata kepada mereka, ‘Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia’. Lalu mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikut Dia.”
            Ada dua kata yang berasal dari kata dasar yang sama dalam kutipan di atas, yaitu ikutlah di ayat 19 dan mengikuti di ayat 20. Sebenarnya Alkitab bahasa aslinya menggunakan dua kata yang berbeda. Di ayat 19 digunakan kata-kata deute opisoo mou yang berarti marilah di belakang-KU atau berjalanlah dibelakang-Ku. Sedangkan ayat 20 menggunakan kata ekolouthesan yang berarti mengikuti.
 Jadi ,ajakan Tuhan Yesus,”Mari,ikutlah Aku,” mempunyai arti yang bersifat khusus:”Mari berjalanlah dibelakang-Ku.” Tuhan Yesus memanggil Murid-Murid-Nya untuk berjalan di belakang-Nya. Apa arti berjalan di belakang seseorang ?
Dalam budaya Timur Tengah di zaman itu seorang murid secara harafiah memeng akan berada di belakang gurunya, baik pada waktu berjalan maupun pada waktu menunggang keledai. Sungguh tidak sopan baginya untuk berjalan di depan atau di sebelah gurunya. Tetapi ajakan Tuhan Yesus untuk berjalan di belakang-Nya tentu bukan dalam arti sempit.
Dalam pemikiran umat Israel di zaman perjanjian lama, mengikuti seseorang atau berjalan dibelakang seseorang mengandung arti mengiringi, menaati, mencintai, menyerahkan diri dan mengabdikan diri. Begitulah kita membaca tentang Elisa yang mengikuti nabi Elia (1 raja-raja 19:20), Rut yang mengikuti Naomi (Rut 1:14), mempelai wanita yang mengikuti mempelai pria (Yeremia 2:2), budak yang mengikuti Abigail (1 samuel 25:42). Di sini mengikuti seseorang berarti menyerahkan hidup kita kepada orang itu dengan segala akibatnya.
Memang, mengikuti atau berjalan di belakang seseorang pasti membawa dampak atau akibat. Hidup kita pasti akan berubah dan perubahan itu tergantung dari siapa yang kita ikuti. Misalkan kita mengikuti hidup seorang pendaki gunung. Pasti banyak hal yang berubah dalam hidup kita, tempat-tempat yang kita kunjungi, pergaulan kita, menu makanan kita, kegiatan sehari-hari kita, pakaian kita dan lainya, tetapi yang lebih mendasar lagi, gaya hidup kita akan berubah.
Sebenarnya segala aspek hidup kita akan berubah. Perubahan itu menjadi berbeda lagi, jika yang kita ikuti bukanlah seorang pendaki gunung, melainkan seorang pelaut, atau seorang musikus di kelap malam, atau seorang penyelundup narkotik, atau seorang biarawan.
Demikian juga halnya, jika kita mengikuti dan berjalan di belakang Tuhan Yesus. Hidup kita mau tidak mau akan berubah, karena Tuhan Yesus mempunyai gaya hidup yang sungguh unik. Cobalah telusuri gaya hidup Tuhan Yesus mulai dari gurun Yehuda, dari sana terus ke Galilea, kemudian ke Kapernaum, ke yerusalem, berjalan melintasi daerah Samaria, dengan perahu menyeberangi danau Genesaret, kemudian mengelilingi wilayah Galilea, dari sana menuju Kaisarea Filipi kemudian naik ke gunung Hermon, lalu Getsemani, lalu Golgota, lalu Emaus dan akhirnya perpisahan di Bukit Zaitun. Kemudian yang lebih penting lagi, cobalah telusuri apa yang diperbuat Tuhan Yesus di tempat-tempat itu, dengan siapa Ia berjalan kesana, siapa yang di jumpai-Nya, apa yang diperbuatnya , dan apa pula yang dikatakan-Nya.
Berjalan di belakang Tuhan Yesus dan mengikuti Dia keluar masuk desa dan kota, turun naik lembah dan bukit, melintasi gurun dan kebun anggur, mengamati segala sesuatu yang diperbuat-Nya dengan orang-orang disitu dan merenungkan segala sesuatu yang di ucapkan-Nya, pasti akan membuat kita terkesima: Yesus sungguh unik.
Memang, berjalan di belakang Tuhan Yesus akan menjadikan kita terkesima: prioritas hidup-Nya unik, keprihatinan hidup-Nya unik, dan oriantasi hidup-Nya pun unik. Oleh sebab itu dengan berjalan dibelakang Tuhan Yesus, mau tidak mau kita pun belajar mengubah apa yang perlu kita utamakan dalam hidup kita, lalu belajar memahami apa yang diutamakan Tuhan Yesus; mengubah apa yang perlu kita prihatinkan dalam hidup kita, lalu belajar merasakan apa yang diprihatinkan Tuhan Yesus; mengubah arah hidup kita, lalu belajar memegang arah hidup Tuhan Yesus. Dengan mengikuti Tuhan Yesus, mau tidak mau kita akan berubah. Sungguh janggal jika kita mengikuti Tuhan Yesus namun gaya hidup kita sama saja seperti semula.
Harap kita jangan salah paham. Perubahan bukanlah suatu tuntutan. Tuhan Yesus tidak menuntut agar kita berubah. Tuhan Yesus mengajak kita berjalan di belakang-Nya, dan jika kita berjalan di belakang-Nya, mau tidak mau kita akan berubah. Tuhan Yesus tidak menyruh kita berubah, melainkan mengajak kita berubah. Ajakan Tuhan Yesus, misalnya saja khotbah di Bukit, bukanlah merupakan petunjuk tentang bagaimana kita harus hidup, melainkan gambaran bagaimana kita akan hidup jika kita berjalan dibelakang Dia. Untuk berjalan di belakang-Nya, Tuhan Yesus tidak membebani kita dengan tuntutan, syarat, peraturan, suruhan atau larangan. Yang dilakukan Tuhan Yesus adalah mengajak. Ia mengajak kita untuk berjalan di belakang-Nya dan mengikuti Dia. Ajakan itulah yang perlu kita jawab. Sambil berjalan itu nanti kita akan terus mendengar dan melihat kepada-Nya, yaitu mendengar dan melihat prioritas, keprihatinan dan orientasi hidup-Nya. Itulah yang perlu kita lakukan. Berjalan di belakang-Nya.
Mungkin perjalanan ini akan susah dan berat. Mungkin perjalanan ini akan banyak rintangan dan penderitaanya. Tetapi kita tidak akan ditinggalkan Dia sehingga kita tidak akan berjalan seorang diri. Kita diajak berjalan terus, berjalan di belakang-Nya dan mengikut Dia. Selamat berjalan di belakang Dia. Selamat mengikut Dia.


            Dr. Andar ismail

Kamis, 12 Oktober 2017

Apakah Mormonisme itu ajaran sesat?

Pertanyaan: Apakah Mormonisme itu ajaran sesat?

Jawaban: 
Agama Mormon didirikan kurang dari 200 tahun lalu oleh seorang yang bernama Joseph Smith. Dia mengklaim telah menerima kunjungan pribadi dari Allah Bapa dan Yesus Kristus. Ia kemudian menyatakan semua gereja dan pengakuan imannya merupakan merupakan kekejian bagi Tuhan. 

Smith memperkenalkan agama baru, yang mengklaim sebagai “satu-satunya gereja yang benar di bumi ini.” Masalahnya, ajaran Mormonisme itu bertentangan dengan Alkitab; dengan memodifikasi dan mengembangkan Alkitab. 

Orang-orang Kristen tidak punya alasan untuk percaya bahwa Alkitab itu tidak benar dan tidak cukup. Percaya kepada Allah berarti percaya kepada FirmanNya. Setiap ayat Alkitab itu diinspirasikan oleh Allah, yang berarti berasal dari Allah sendiri .
“ segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan  kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. “             (2 Timotius 3:16).

Para penganut Mormon percaya bahwa ada empat sumber firman yang diinspirasikan Allah, bukan hanya satu. 

1). Alkitab, “sejauh diterjemahkan dengan tepat.” Ayat-ayat mana yang dianggap sudah diterjemahkan dengan tidak tepat selalu tidak jelas. 

2) Kitab Mormon yang “diterjemahkan” oleh Smith dan diterbitkan pada tahun 1830. Smith mengklaim kitab ini sebagai “kitab yang paling benar” di dunia, dan dengan mengikuti aturan-aturannya orang dapat menjadi lebih dekat kepada Allah dibandingkan jika “mengikuti kitab-kitab lain.” 

3). The Doctrine and Covenants (Doktrin dan Perjanjian) dianggap oleh penganut Mormon sebagai kitab suci dan mengandung kumpulan wahyu modern yang berkaitan dengan Gereja Yesus Kristus yang telah dipulihkan.” 

4) The Pearl of the Great Price (Mutiara Yang Berharga) dianggap oleh para penganut Mormon sebagai “klarifikasi” doktrin dan pengajaran-pengajaran yang telah hilang dari Alkitab dan juga tambahan informasi mengenai penciptaan bumi. 

Penganut Mormon percaya hal-hal berikut ini tentang Allah: bahwa Allah tidak selamanya merupakan Mahkluk yang Tertinggi dalam alam semesta ini, namun Dia mencapai status itu melalui hidup yang benar dan usaha yang terus menerus. 

Mereka percaya Allah Bapa itu memiliki “tubuh dari darah dan daging yang persis sama dengan yang dimiliki oleh manusia.” Sekalipun kemudian ditinggalkan oleh pemimpin-pemimpin Mormon di zaman modern, Brigham Young mengajarkan bahwa Adam sebenarnya merupakan Allah dan bapa dari Yesus Kristus. 

Orang-orang Kristen mengetahui hal-hal berikut ini tentang Allah: hanya ada Satu Allah yang sejati. “Dengarlah ,hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita,TUHAN itu esa “(Ulangan 6:4,)

“Kamu inilah saksi-saksi-Ku” demikianlah firman TUHAN,” dan hamba-Ku yang telah Kupilih, supaya kamu tahu dan percaya kepada-Ku dan mengerti, bahwa Aku tetap Dia. Sebelum Aku tidak ada Allah dibentuk, dan sesudah Aku tidak akan ada lagi.” ( Yesaya 43:10).

[6]Beginilah firman TUHAN, Raja dan penebus Israel, TUHAN semesta alam: “ Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari pada-Ku.

[7]Siapakah seperti Aku?Biarlah ia menyerukanya, biarlah ia memberitahukanya dan membentangkanya kepada-Ku!. Siapakah yang mengabarkanya dari dahulu kala hal-hal yang akan datang? Apa yang akan tiba, biarlah mereka memberitahukanya kepada kami!

 [8]Janganlah gentar dan janganlah takut, sebab memang dari dahulu telah Kukabarkan dan Kuberitahukan hal itu kepadamu. Kamulah saksi-saksi-Ku! Adakah Allah selain dari pada-Ku? Tidak ada Gunung Batu yang lain, tidak ada Kukenal!” (Yesaya 44:6-8),

bahwa Dia ada untuk selama-lamanya (Ulangan 33:27; Mazmur 90:2; 1 Timotius 1:17), Dia tidak diciptakan, namun adalah Pencipta (Kejadian 1, Mazmur 24:1, Yesaya 37:16). 

Allah itu sempurna dan tidak ada yang setara denganNya (Mazmur 86:8, Yesaya 40:25). Allah Bapa bukanlah manusia dan tidak pernah menjadi manusia (Bilangan 23:19, 1 Samuel 15:29, Hosea 11:9). Allah itu Roh (Yohanes 4:24), dan Roh tidak terbuat dari darah dan daging (Lukas 24:39). 

Mormon percaya bahwa ada tingkatan atau kerajaan yang berbeda-beda setelah kematian: Kerajaan Langit , Kerajaan Bumi dan Kerajaan Bintang dan Kegelapan. Di mana orang akan berada setelah mati tergantung pada apa yang mereka percaya dan lakukan dalam hidup ini. 

Sebaliknya, Alkitab menyatakan bahwa setelah mati kita akan masuk Surga atau Neraka, tergantung pada apakah kita beriman pada Yesus atau tidak. Beralih dari tubuh ini berarti berada bersama dengan Allah (2 Korintus 5:6-8). Orang yang tidak percaya akan masuk ke Neraka, atau alam maut (Lukas 16:22-23). 

Ketika Yesus datang untuk kedua kalinya, kita akan menerima tubuh baru (1 Korintus 15:50-54). Akan ada Langit Baru dan Bumi Baru untuk orang-orang percaya (Wahyu 21:1) dan orang-orang yang tidak percaya akan dilemparkan ke dalam lautan api yang kekal (Wahyu 20:11-15). Tidak ada kesempatan lagi untuk penebusan setelah seseorang meninggal (Ibrani 9:27).

Para pemimpin Mormon mengajarkan bahwa inkarnasi Yesus itu merupakan hasil hubungan fisik antara Allah Bapa dan Maria. Mereka percaya bahwa Yesus memang Allah, karena setiap manusia juga dapat menjadi allah. 

Secara historis keKristenan mengajarkan Tritunggal/Trinitas dan Allah itu untuk selama-lamanya sebagai Bapa, Anak, dan Roh Kudus (Matius 28:19). Tidak seorangpun dapat menjadi Allah, hanya Allah yang kudus (1 Samuel 2:2). 

Kita hanya dapat menjadi suci dalam pandangan Allah melalui iman kepadaNya (1 Korintus 1:2) Yesus merupakan satu-satuNya Anak Tunggal Allah (Yohanes 3:16) dan satu-satunya yang pernah hidup tanpa dosa, tanpa cacat cela, dan sekarang menduduki tempat yang paling terhormat di Surga (Ibrani 7:26). 

Yesus itu Allah, tapi juga Anak Allah. Yesus adalah Dia yang sudah ada sebelum dilahirkan secara fisik (Yohanes 1:1-8, 8:56). Yesus memberi diriNya kepada kita sebagai korban, dan Allah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan kelak setiap orang akan mengakui Yesus Kristus adalah Tuhan (Filipi 2:6-11). 

Yesus menyatakan bahwa tidak mungkin seseorang masuk ke Surga melalui perbuatan baiknya sendiri, hanya dengan iman di dalam Dia barulah hal itu dimungkinkan (Matius 19:26). Dan banyak orang tidak akan memilih dia. “Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya” (Matius 7:13). 

Kita semua pantas menerima hukuman kekal untuk dosa-dosa kita, namun kasih dan anugerah Allah yang tidak terbatas telah memberi jalan keluar kepada kita. “ Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Roma 6:23).

Sudah jelas bahwa hanya ada satu cara untuk menerima keselamatan, yaitu mengenal Allah dan PutraNya, Yesus (Yohanes 17:3). Bukan melalui perbuatan, namun melalui iman (Roma 1:17; 3:28). 

Ketika kita beriman, kita akan menaati hukum-hukum Tuhan dan meminta dibaptis karena mencintai Dia; bukan karena baptisan itu merupakan syarat untuk dianugerahi keselamatan. 

Kita menerima karunia ini bukan karena siapa kita atau apapun yang sudah kita lakukan (Roma 3:22). “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah 4:12).

Sekalipun penganut Mormon itu biasanya adalah orang-orang yang bersahabat, pengasih dan baik, mereka telah mengambil bagian dalam agama yang sesat yang mengubah natur Allah, Pribadi Yesus Kristus dan jalan keselamatan.


gotquesion