Selasa, 06 November 2018

Maka menangislah yesus


Maka menangislah yesus

Yoh 11:1-44



1 ¶  Ada seorang yang sedang sakit, namanya Lazarus. Ia tinggal di Betania, kampung Maria dan adiknya Marta.
2  Maria ialah perempuan yang pernah meminyaki kaki Tuhan dengan minyak mur dan menyekanya dengan rambutnya.
3  Dan Lazarus yang sakit itu adalah saudaranya. Kedua perempuan itu mengirim kabar kepada Yesus: "Tuhan, dia yang Engkau kasihi, sakit."
4  Ketika Yesus mendengar kabar itu, Ia berkata: "Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan."
5  Yesus memang mengasihi Marta dan kakaknya dan Lazarus.
6  Namun setelah didengar-Nya, bahwa Lazarus sakit, Ia sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada;
7  tetapi sesudah itu Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Mari kita kembali lagi ke Yudea."
8  Murid-murid itu berkata kepada-Nya: "Rabi, baru-baru ini orang-orang Yahudi mencoba melempari Engkau, masih maukah Engkau kembali ke sana?"
9  Jawab Yesus: "Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari? Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk, karena ia melihat terang dunia ini.
10  Tetapi jikalau seorang berjalan pada malam hari, kakinya terantuk, karena terang tidak ada di dalam dirinya."
11  Demikianlah perkataan-Nya, dan sesudah itu Ia berkata kepada mereka: "Lazarus, saudara kita, telah tertidur, tetapi Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia dari tidurnya."
12  Maka kata murid-murid itu kepada-Nya: "Tuhan, jikalau ia tertidur, ia akan sembuh."
13  Tetapi maksud Yesus ialah tertidur dalam arti mati, sedangkan sangka mereka Yesus berkata tentang tertidur dalam arti biasa.
14  Karena itu Yesus berkata dengan terus terang: "Lazarus sudah mati;
15  tetapi syukurlah Aku tidak hadir pada waktu itu, sebab demikian lebih baik bagimu, supaya kamu dapat belajar percaya. Marilah kita pergi sekarang kepadanya."
16  Lalu Tomas, yang disebut Didimus, berkata kepada teman-temannya, yaitu murid-murid yang lain: "Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia."
17 ¶  Maka ketika Yesus tiba, didapati-Nya Lazarus telah empat hari berbaring di dalam kubur.
18  Betania terletak dekat Yerusalem, kira-kira dua mil jauhnya.
19  Di situ banyak orang Yahudi telah datang kepada Marta dan Maria untuk menghibur mereka berhubung dengan kematian saudaranya.
20  Ketika Marta mendengar, bahwa Yesus datang, ia pergi mendapatkan-Nya. Tetapi Maria tinggal di rumah.
21  Maka kata Marta kepada Yesus: "Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.
22  Tetapi sekarangpun aku tahu, bahwa Allah akan memberikan kepada-Mu segala sesuatu yang Engkau minta kepada-Nya."
23  Kata Yesus kepada Marta: "Saudaramu akan bangkit."
24  Kata Marta kepada-Nya: "Aku tahu bahwa ia akan bangkit pada waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman."
25  Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati,
26  dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?"
27  Jawab Marta: "Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia."
28  Dan sesudah berkata demikian ia pergi memanggil saudaranya Maria dan berbisik kepadanya: "Guru ada di sana dan Ia memanggil engkau."
29  Mendengar itu Maria segera bangkit lalu pergi mendapatkan Yesus.
30  Tetapi waktu itu Yesus belum sampai ke dalam kampung itu. Ia masih berada di tempat Marta menjumpai Dia.
31  Ketika orang-orang Yahudi yang bersama-sama dengan Maria di rumah itu untuk menghiburnya, melihat bahwa Maria segera bangkit dan pergi ke luar, mereka mengikutinya, karena mereka menyangka bahwa ia pergi ke kubur untuk meratap di situ.
32  Setibanya Maria di tempat Yesus berada dan melihat Dia, tersungkurlah ia di depan kaki-Nya dan berkata kepada-Nya: "Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati."
33 ¶  Ketika Yesus melihat Maria menangis dan juga orang-orang Yahudi yang datang bersama-sama dia, maka masygullah hati-Nya. Ia sangat terharu dan berkata:
34  "Di manakah dia kamu baringkan?" Jawab mereka: "Tuhan, marilah dan lihatlah!"
35  Maka menangislah Yesus.
36  Kata orang-orang Yahudi: "Lihatlah, betapa kasih-Nya kepadanya!"
37  Tetapi beberapa orang di antaranya berkata: "Ia yang memelekkan mata orang buta, tidak sanggupkah Ia bertindak, sehingga orang ini tidak mati?"
38  Maka masygullah pula hati Yesus, lalu Ia pergi ke kubur itu. Kubur itu adalah sebuah gua yang ditutup dengan batu.
39  Kata Yesus: "Angkat batu itu!" Marta, saudara orang yang meninggal itu, berkata kepada-Nya: "Tuhan, ia sudah berbau, sebab sudah empat hari ia mati."
40  Jawab Yesus: "Bukankah sudah Kukatakan kepadamu: Jikalau engkau percaya engkau akan melihat kemuliaan Allah?"
41  Maka mereka mengangkat batu itu. Lalu Yesus menengadah ke atas dan berkata: "Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu, karena Engkau telah mendengarkan Aku.
42  Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku, tetapi oleh karena orang banyak yang berdiri di sini mengelilingi Aku, Aku mengatakannya, supaya mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku."
43  Dan sesudah berkata demikian, berserulah Ia dengan suara keras: "Lazarus, marilah ke luar!"
44  Orang yang telah mati itu datang ke luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan kain peluh. Kata Yesus kepada mereka: "Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi."





Coba terka, ayat mana yang paling pendek dalam alkitab? jawab yang betul: “ maka menangislah yesus”  di Yohanes 11: 35. hanya tiga kata saja.  Dalam  Alkitab inggris RSV bahkan hanya 2 kata : Jesus  wept. Alkitab bahasa asli menulis edakusen ho Iesous,  artinya: Yesus meneteskan air mata.
Biasanya kita membayangkan Tuhan Yesus sebagai putra Allah yang penuh kuasa. Yesus  digambarkan sebagai seorang pria muda berbadan tegap, berwibawa dan berwatak tegas.  yang pasti kita tidak membayangkan Yesus sebagai seorang mudah berkecil hati, mudah jatuh dalam emosi dan mudah menangis.  Namun  di sini dikatakan bahwa Yesus meneteskan air mata.  Yesus  menangis. Yesus  merasa sedih.  Atau  lebih tepat:  Yesus merasakan kesedihan Maria dan Martha karena kematian saudara kandung mereka.  yaitu  Lazarus. “ ketika Yesus melihat Maryam menangis dan juga orang-orang yahudi yang datang bersama- sama dia, maka masygullah hatinya ia sangat terharu …” [yohanes 11: 33].
Sekarang harap ada baca dahulu bagian Alkitab ini,  yaitu Yohanes 11: 1-44. Apa yang diperbuat Tuhan Yesus ketika berhadapan dengan Maria dan Martha yang tengah ditimpa musibah? Atau,  mari kita mundur kan dulu pertanyaan itu ke belakang ke konteks yang lebih umum : apa yang kita perbuat ketika berhadapan dengan seseorang yang kena musibah?  yang  biasanya kita lakukan adalah menghibur atau mengucapkan kata-kata penghiburan .  Namun  Yesus tidak mengucapkan kata-kata penghiburan terhadap Maria dan Martha. Mengobral  kata-kata penghiburan  memang ada bahayanya.  Kata-kata itu mengalir dengan mudah dan manis dari bibir kita. Semua  orang pun tahu kata-kata penghiburan itu hanya bersifat klise dan murahan. Padahal  bukan itu yang terutama dibutuhkan orang yang sedang kedukaan atau kena musibah.
Yang  dilakukan Tuhan Yesus adalah justru yang paling sulit diperbuat.  Namun  yang paling diperlukan orang yang sedang ditimpa penderitaan, yaitu bersedia untuk menyelami,  memahami dan turut merasakan penderitaan itu.Perhatikan catatan “maka masygullah hatinya “  dan “ Dia sangat terharu “ di ayat 33 dan “ maka masygullah pula hati yesus “ di ayat 38. Itulah  yang diperbuat  Tuhan Yesus. Ia  memahami dan turut merasakan penderitaan Maria dan Marta. Ia  bersimpati dalam bahasa yunani: sun patheo,  artinya ber perasaan sama.  Dan  soldier dalam bahasa latin: in solidum,  artinya semua untuk satu,  dengan Maria dan Martha. Maka  menetes lah air mata Yesus.
Bukankah itu yang diperbuat Tuhan Yesus sepanjang jalan hidup-Nya?  Iya  bukan meninjau , mengamati,  mempelajari dan membahas penderitaan manusia,  melainkan turut merasakan penderitaan itu secara langsung.  Hidup-Nya  sepanjang 33 tahun di jalani-Nya dengan merasakan lapar , lelah, takut, sedih, jengkel, kecewa, marah, nyeri, di benci, dihina, ditolak, diiri, didengki, dikhianati di fitnah, ditinggalkan, dimusuhin, dikambing hitamkan, dan 1001 macam penderitaan lain.
Gereja  purba yang muncul segera setelah kehidupan dan pekerjaanTuhan Yesus memberi kesaksian bahwa segala penderitaan Yesus itu merupakan perwujudan dari belas kasihan Allah kepada manusia . Tuhan bukan hanya memandang penderitaan manusia dari atas,  melainkan Tuhan turun dan menjelma menjadi seorang manusia bernama Yesus orang Nazareth yang sepenuhnya menyamakan diri dengan orang-orang sekita-Nya sehingga dengan demikian Tuhan dapat turut merasakan penderitaan manusia . “Itulah sebabnya,  maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya,  supaya  Ia menjadi imam besar dan menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Tuhan untuk mendamaikan dosa  seluruh bangsa “ [Ibrani 2: 17].  Itulah  belas kasihan dalam tindakan nyata. Dalam  bahasa Belanda, kasihan adalah medelijden yang berasal dari kata mee lijden  yang berarti ikut menderita.  Kasihan  Tuhan bukan hanya sekedar luapan perasaan emosional yang mengeluarkan kata-kata murahan, “ oh kasihan”  melainkan melahirkan perbuatan atau tindakan nyata yang terbentuk ikut merasakan penderitaan.
Jika umat manusia diibaratkan seperti seorang yang tenggelam di sungai, Tuhan bukan meneriakkan nasehat atau petunjuk untuk menyelamatkan diri.  Tuhan  bukan pula melemparkan pelampung atau tali penolong. Yang  diperbuat Tuhan adalah langsung lompat turun ke air, berenang dan menggendong orang yang tenggelam itu. Itulah  Tuhan dalam diri Yesus kristus.
Itulah sebabnya masa 33 tahun hidup yesus dikabarkan hanya dengan satu kata kerja dalam Pengakuan Iman Rasuli. Perhatikan  kata-kata kerja dalam urutan kronologi anak kalimat ini: “… Lahir dari anak dara Maria, yang menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan …”  Hanya ada satu kata kerja yang digunakan untuk merumuskan seluruh hidup-hidup Tuhan Yesus,  yaitu menderita.
 Allah  adalah Allah yang bersimpati dan solider dengan penderitaan manusia. Allah  mau turut merasakan penderitaan manusia. Maka menderitalah Allah.  Maka  menangislah yesus.

Selamat mengikut Dia.






33 renungan tentang Kristus oleh Dr. andar ismail


Biarlah orang mati menguburkan orang mati


Biarlah orang mati menguburkan orang mati


Siapa akan menyangka bahwa ucapan itu akan muncul dari mulut Tuhan Yesus. Ucapan itu terdengarnya sangat kasar. Coba bayangkan ketika kita sedang ditimpa kedukaan karena kematian sang ayah. Dengan rasa sedih kita menyiapkan penguburan jenasahnya sebagai tanda cinta terakhir yang dapat kita perbuat untuk sang ayah. Tetapi seseorang berkata, “ mau apa kamu mengurus orang yang sudah mati? “ kita  pasti tersinggung mendengar ucapan itu.
Dan itulah ucapan Tuhan Yesus seperti yang dicatat oleh Matius: ‘’ Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka’’ [ Mat 8:22], dan Lukas : ‘’ Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah kerajaan Allah di mana-mana. ‘’ [Luk 9:60]
Sebenarnya, ucapan Tuhan Yesus bagi telinga orang Yahudi pada zaman itu tidaklah terasa kasar, sebab ucapan itu berasal dari peribahasa ibrani yang berbunyi: ‘’ seperti membiarkan orang mati menguburkan orang mati. ‘’ perbuatan itu berarti perbuatan yang sangat tidak bertanggung jawab; sebab dalam masyarakat yahudi mengurus pemakaman merupakan suatu tanggung jawab kepada keluarga dan komunitas. Melakukan pemakaman secara baik dinilai penting. Tidak akan ada anak dalam masyarakat Yahudi yang akan menelantarkan pemakaman orangtuanya. Sebagai anggota komunitas Yahudi, Tuhan Yesus tahu betul adat yang berlaku dalam hal ini: penguburan orang yang meninggal adalah perkara yang sangat penting. Lalu disini Tuhan Yesus berkata, “ ikutlah Aku, biarlah orang mati menguburkan orang mati.”  Maksudnya: menguburkan orang mati adalah sangat penting, dan mengikut Yesus adalah lebih penting lagi. Dengan perkataan lain, mengikut Yesus adalah urusan yang lebih penting dari urusan yang paling penting.
Jadi, di sini Tuhan Yesus sama sekali bukan bermaksud  agar orang itu menelantarkan pemakaman  ayahnya. Orang itu perlu memakamkan ayahnya dengan penuh khitmat dan hormat. Kalau pemakaman itu begitu bermakna, hendaklah diketahui bahwa mengikut Yesus mempunyai makna yang lebih besar lagi. Mengikut Yesus tidak boleh dianggap sepele, sebab mengikut Yesus adalah perbuatan yang berada diatas perbuatan yang paling penting dalam hidup seorang Yahudi, yaitu menguburkan jenazah ayahnya.
Ucapan lain yang sejajar dengan itu, yang hanya terdapat daam injil Lukas, adalah “ setiap orang yang siap membajak tetapi menoleh kebelakang, tidak layak untuk kerajaan Allah.” [Luk 9:62]. Ucapan ini pun termasuk “ucapan peribahasa” (proverbial saying) Yesus. Pada zaman itu ada peribahas ibrani yang berbunyi, “seperti orang yang membajak dan menoleh kebelakang” artinya melakukan sesuatu tidak dengan sepenuh hati. Dengan peribahasa itu Tuhan Yesus menanggapi orang yang  berkata, “aku akan mengikut Engkau Tuhan , tetapi ijinkanlah aku berpamitan dahulu dengan keluargaku” (Luk 9:61). Di sini Tuhan Yesus bukan melarang orang itu berpamitan. Yang dikemukakan dalam jawab Yesus: mengikut Yesus bukan perbuatan yang bisa dilakukan dengan setengah-setengah.
Memang tidak selalu mudah memahami ucapan Tuhan Yesus, lebih-lebih lagi ucapa-Nya yang termasuk “ucapan peribahasa”. Orang itu bertanya tentang menguburkan ayahnya, tetapi Tuhan Yesus tidak menjawab pertanyaan itu,melainkan dengan menggunakan sebuah peribahasa tentang menguburkan ayah, Yesus menekankan tingginya nilai mengikut Dia. Orang lain bertanya tentang pamitan, tetapi Tuhan Yesus tidak menjawab pertanyaan itu, melainkan dengan menggunakan peribahasa tentang pembajak ladang, Yesus menekankan tentang kesungguhan hati dalam mengikut Dia.
Ada kemungkinan bahwa orang membaca kedua ucapan itu dengan mengira bahwa Tuhan Yesus menuntut ketaatan yang radikal. Sebenarnya, pokok bahasan disini bukanlah tentang ketaatan yang radikal, melainkan kesungguhan yang radikal. Kedua ucapan itu menantang kesungguhan para pengikut: apakah kita mengikut Yesus dengan kesungguhan? Apakah mengikut Yesus kita tempatkah sebagai perkara yang paling utama, sehingga pikira, perkataan dan perbuatan kota mengikuti jejak Yesus?
Kesungguhan dalam mengikut Yesus, juga dikemukakan-Nya dalam ucapan yang lain. Di Matius 10:37 tercatat, “barang siapa mengsihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku.” Ucapan itu dirumuskan lebih keras oleh Lukas: “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, istrinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku” (Luk 14:26).
Sama sekali bukan maksud Yesus agar orang membenci orangtua dan keluarganya. Hal ini sungguh bertentangan dengan perbuatan Yesus sendiri.  Sampai detik-detik terakhir dalam hidup-Nya ia masih memikirkan kesejahteraan ibu-Nya.Yesus prihatin tentang siapa yang akan merawat ibu-Nya setelah Ia disalibkan; sebab itu Ia menitipkan ibu-Nya kepada Yohanes ( Yoh 19:26-27). 
Ucapan yang dicatat Matius dan Lukas ini termasuk “ucapan berlebihan “ (exaggerated saying) yang digunakan untuk menonjolkan pesan secara mencolok. Budaya Yahudi sangat bersifat komunal dan menjunjung tinggi kuatnya pertalian keluarga, baik dengan kerabat sedarah maupun kerabat nikah. Setiap orang terikat kepada komitmen kekerabatan. Komitmen itu antara lain tampak pada adat bahwa seorang adik laki-laki harus menikah dengan istri kakaknya jika kakaknya meninggal dunia.
Lalu dengan ucapanya itu, Tuhan Yesus memberi pesan bahwa di atas komitmen kekerabatan yang sangat tinggi tersebut masih ada komitmen yang lebih tinggi lagi, yaitu komitmen orang yang mau berjalan dibelakang Yesus.
Berjalan dibelakang Yesus memang merupakan keputusan yang menentukan dan perbuatan yang mempengaruhi eluruh kehidupan kita. Mengikut Yesus adalah lebih luhur dari apa yang selama ini kita hargai sebagai hal yang paling luhur, yaitu menghormati orangtua dan mencintai keluarga kita. Mengikut Yesus meminta komitmen dan kesungguhan melebihi segala komiten dan kesungguhan yang sedang kita jalani selama ini.

Selamat mengikut Yesus



Dipetik dari 33 renungan tentang kristus oleh Dr.Andar ismail


Kamis, 16 Agustus 2018

Mendapatkan Jalan dan Mendapatkan Hidup


Mendapatkan Jalan dan Mendapatkan Hidup


Kalau tersesat di Jakarta kita bisa menanyakan jalan, tetapi kalau tersesat di Gunung Gede kita bisa celaka. Dalam keadaan seperti itu menemukan jalan adalah perkara hidup dan mati. Sering kita mendengar tentang pendaki gunung yang tewas akibat tersesat dan tidak menemukan jalan. Dalam keadaan itu kita baru sadar tentang pentingnya jalan. Menemukan jalan berarti hidup; sebaliknya tidak menemukan jalan berarti mati. Disini jalan menjadi jalan kehidupan atau jalan yang mendatangkan hidup.
Tuhan Yesus juga berbicara tentang jalan seperti itu. Ia menyebutnya “ jalan yang menuju kepada kehidupan”. Menurut Mat 7:13-14 Yesus berkata, “masuklah melalui pintu yang sesak itu,karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan,dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang enuju kepada kehidupan dan sedikit orang yang mendapatinya.” Perhatikan kontras-kontras dalam ucapan itu: yang lebar dan yang sempit, banyak dan sedikit, kebinasaan dan kehidupan. Lalu Yesus menyuruh murid-Nya memilih jalan yang sempit karena jalan itu menuju pada kehidupan, sedangkan jalan yang lebar menuju pada kebinasaan.
Pada kesempatan lain Tuhan Yesus Berbicara tentang jalan yang menuju kepada Bapa. Secara tersirat Ia menunjuk bahwa Ia sedang berjalan di jalan itu. Lalu Ia membuat pernyataan bawha Ia sendiri adalah jalan itu: “ Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak seorangpun yang datang kepada Bapa , kalau tidak melalui Aku “ [Yoh. 14:6 ].
Ketika Yesus berbicara tentang kehidupan, konteksnya selalu mengisyaratkan bahwa jalan itu penuh dengan penderitaan. Di sini tampak suatu paradoks: ja;an yang memberi kehidupan adalah jalan penderitaan. Yesus mengatakan demikian karena kehidupan didapatkan melalui penderitaan. Seluruh hidup Tuhan Yesus yang 33 tahun itu penuh dengan penderitaan. Bagi Yesus, hidup dan penderitaan bukan dua hal yang saling bertentangan, melainkan saling mengisi. Justru melalui penderitaan terjadi kehidupan.
Yang dimaksud dengan kehidupan disini bukanlah dalam arti biologis. Secara biologis ciri hidup adalah masih bernapas. Namun, alkitab mempunyai ukuran yang lain tentang hidup, yaitu ukuran teologis.  Ciri hidup secara teologis asalah berada dalam hubungan yang benar dengan Tuhan dan sesama ciptaan. Dalam Perjanjian Baru hidup seperti itu disebut hidup yang kekal atau juga hidup tanpa tambahan kata kekal. Ungkapan kata hidup yang kekal (Yunani: zo-en aionion) bukanlah pertama-tama berarti hidup yang abadi, langgeng atau hidup yang berlangsung selama-lamanya tanpa akhir, melainkan hidup yang sejati, yang padat, yang bermutu, yang sifat dan isinya benar-benar sesuaidengan apa yang dimaksudkan Tuhan. Dan yang dimaksudkan Tuhan dengan hidup adalah aar kita berada dalam hubungan yang benar dengan Tuhan dan dengan segala ciptaan-Nya. Jadi yang dimaksud dengan  hidup kekal bukanlah pertama-tama dalam arti kuantitas, melainkan kualitas. Hidup dengan kualitas seperti itu bisa terjadi kalau kita rela menderita, yaitu menempatkan kehendak sendiri dalam keterkaitan dengan kehendak Tuhan dan kebutuhan orang lain.
Itulah yang diperbuat Tuhan Yesus. Keberadaan-Nya bukanlah untuk diri-Nya sendiri. Hidup-Nya tidak berorientasi pada diri sendiri. Melainkan kepada pihak lain, yaitu hidup untuk Bapa-Nya dan untuk manusia. Sikap itu dijalanka-Nya sepanjang hidup-Nya, dan puncaknya tampak pada penyalipan dan kebangkitan-Nya. Tuhan membangkitkan Dia sebagai tanda bahwa Bapa mengabsahkan orientasi hidp Yesus. Pada hari paskah terjadi pada apa yang tadi disebut: melalui penderitaan timbul kehidupan.
Secara biologis kita memang hidup. Bahkan kita hidup dengan jaya; tubuh kita sehat dan penampilan kita segar bugar. Tetapi itu sama sekali bukan berarti bahwa kita hidup secara teologis. Perbedaan dua macam ukuran itu tampak dalam cerita Adam. Tuhan melarang Adam makan buah terlarang, sebab “ pada hari engkau memakanya, pastilah engkau mati “ [Kej. 2:7]. Namun Adam memakan buah itu. Apakah pada hari itu Adam mati? Tidak, Adam tetap hidup, tetapi hidupnya secara biologis saja, sebab secara teologis ia mati. Pelanggaran yang dibuat adam telah merusakan hubungan dengan Bapa. Adam malu dan tidak berani berjumpa dengan Bapa. Hubunganya dengan Bapa telah rusak. Ia menjadi seperti jam besar yang rusak dilapangan merdeka. Jam itu tampak bagus tapi jam itu mati. Tuhan Yesus menghendaki agar kita hidup bukan hanya secara biologis saja melainkan juga secara teologis, yaitu berada dalam hubungan yang benar dengan Bapa dan sesama kita. Itulah hidup yang kekal atau hidup yang sejati yang sudah boleh kita jalani mulai dari sekarang. Oleh sebab itu Tuhan Yesus mengajak kita untuk berjalan dibelakang-Nya dan mengikuti Dia. Mengikuti Dia berarti mendapatkan jalan. Dan mendapatkan jalan berarti mendapatkan hidup.
Selamat mengikut Yesus