Biarlah orang mati
menguburkan orang mati
Siapa akan menyangka bahwa ucapan itu
akan muncul dari mulut Tuhan Yesus. Ucapan itu terdengarnya sangat kasar. Coba
bayangkan ketika kita sedang ditimpa kedukaan karena kematian sang ayah. Dengan
rasa sedih kita menyiapkan penguburan jenasahnya sebagai tanda cinta terakhir
yang dapat kita perbuat untuk sang ayah. Tetapi seseorang berkata, “ mau apa
kamu mengurus orang yang sudah mati? “ kita
pasti tersinggung mendengar ucapan itu.
Dan itulah ucapan Tuhan Yesus seperti
yang dicatat oleh Matius: ‘’ Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati
menguburkan orang-orang mati mereka’’ [ Mat 8:22], dan Lukas : ‘’
Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan
beritakanlah kerajaan Allah di mana-mana. ‘’ [Luk 9:60]
Sebenarnya, ucapan Tuhan Yesus bagi
telinga orang Yahudi pada zaman itu tidaklah terasa kasar, sebab ucapan itu
berasal dari peribahasa ibrani yang berbunyi: ‘’ seperti membiarkan orang mati
menguburkan orang mati. ‘’ perbuatan itu berarti perbuatan yang sangat
tidak bertanggung jawab; sebab dalam masyarakat yahudi mengurus pemakaman
merupakan suatu tanggung jawab kepada keluarga dan komunitas. Melakukan
pemakaman secara baik dinilai penting. Tidak akan ada anak dalam masyarakat
Yahudi yang akan menelantarkan pemakaman orangtuanya. Sebagai anggota komunitas
Yahudi, Tuhan Yesus tahu betul adat yang berlaku dalam hal ini: penguburan
orang yang meninggal adalah perkara yang sangat penting. Lalu disini Tuhan
Yesus berkata, “ ikutlah Aku, biarlah orang mati menguburkan orang mati.” Maksudnya: menguburkan orang mati adalah
sangat penting, dan mengikut Yesus adalah lebih penting lagi. Dengan perkataan
lain, mengikut Yesus adalah urusan yang lebih penting dari urusan yang paling
penting.
Jadi, di sini Tuhan Yesus sama sekali
bukan bermaksud agar orang itu
menelantarkan pemakaman ayahnya. Orang
itu perlu memakamkan ayahnya dengan penuh khitmat dan hormat. Kalau pemakaman
itu begitu bermakna, hendaklah diketahui bahwa mengikut Yesus mempunyai makna
yang lebih besar lagi. Mengikut Yesus tidak boleh dianggap sepele, sebab
mengikut Yesus adalah perbuatan yang berada diatas perbuatan yang paling
penting dalam hidup seorang Yahudi, yaitu menguburkan jenazah ayahnya.
Ucapan lain yang sejajar dengan itu,
yang hanya terdapat daam injil Lukas, adalah “ setiap orang yang siap membajak
tetapi menoleh kebelakang, tidak layak untuk kerajaan Allah.” [Luk
9:62]. Ucapan ini pun termasuk “ucapan peribahasa” (proverbial saying) Yesus.
Pada zaman itu ada peribahas ibrani yang berbunyi, “seperti orang yang membajak dan
menoleh kebelakang” artinya melakukan sesuatu tidak dengan sepenuh
hati. Dengan peribahasa itu Tuhan Yesus menanggapi orang yang berkata, “aku akan mengikut Engkau Tuhan , tetapi
ijinkanlah aku berpamitan dahulu dengan keluargaku” (Luk 9:61). Di sini
Tuhan Yesus bukan melarang orang itu berpamitan. Yang dikemukakan dalam jawab
Yesus: mengikut Yesus bukan perbuatan yang bisa dilakukan dengan
setengah-setengah.
Memang tidak selalu mudah memahami
ucapan Tuhan Yesus, lebih-lebih lagi ucapa-Nya yang termasuk “ucapan
peribahasa”. Orang itu bertanya tentang menguburkan ayahnya, tetapi Tuhan Yesus
tidak menjawab pertanyaan itu,melainkan dengan menggunakan sebuah peribahasa
tentang menguburkan ayah, Yesus menekankan tingginya nilai mengikut Dia. Orang
lain bertanya tentang pamitan, tetapi Tuhan Yesus tidak menjawab pertanyaan
itu, melainkan dengan menggunakan peribahasa tentang pembajak ladang, Yesus
menekankan tentang kesungguhan hati dalam mengikut Dia.
Ada kemungkinan bahwa orang membaca
kedua ucapan itu dengan mengira bahwa Tuhan Yesus menuntut ketaatan yang
radikal. Sebenarnya, pokok bahasan disini bukanlah tentang ketaatan yang
radikal, melainkan kesungguhan yang radikal. Kedua ucapan itu menantang
kesungguhan para pengikut: apakah kita mengikut Yesus dengan kesungguhan?
Apakah mengikut Yesus kita tempatkah sebagai perkara yang paling utama,
sehingga pikira, perkataan dan perbuatan kota mengikuti jejak Yesus?
Kesungguhan dalam mengikut Yesus,
juga dikemukakan-Nya dalam ucapan yang lain. Di Matius 10:37 tercatat, “barang
siapa mengsihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku.”
Ucapan itu dirumuskan lebih keras oleh Lukas: “Jikalau seorang datang kepada-Ku
dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, istrinya, anak-anaknya,
saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak
dapat menjadi murid-Ku” (Luk 14:26).
Sama sekali bukan maksud Yesus agar
orang membenci orangtua dan keluarganya. Hal ini sungguh bertentangan dengan
perbuatan Yesus sendiri. Sampai
detik-detik terakhir dalam hidup-Nya ia masih memikirkan kesejahteraan
ibu-Nya.Yesus prihatin tentang siapa yang akan merawat ibu-Nya setelah Ia
disalibkan; sebab itu Ia menitipkan ibu-Nya kepada Yohanes ( Yoh
19:26-27).
Ucapan yang dicatat Matius dan Lukas
ini termasuk “ucapan berlebihan “ (exaggerated saying) yang digunakan untuk
menonjolkan pesan secara mencolok. Budaya Yahudi sangat bersifat komunal dan
menjunjung tinggi kuatnya pertalian keluarga, baik dengan kerabat sedarah maupun
kerabat nikah. Setiap orang terikat kepada komitmen kekerabatan. Komitmen itu
antara lain tampak pada adat bahwa seorang adik laki-laki harus menikah dengan
istri kakaknya jika
kakaknya
meninggal dunia.
Lalu dengan ucapanya itu, Tuhan Yesus
memberi pesan bahwa di atas komitmen kekerabatan yang sangat tinggi tersebut
masih ada komitmen yang lebih tinggi lagi, yaitu komitmen orang yang mau
berjalan dibelakang Yesus.
Berjalan dibelakang Yesus memang
merupakan keputusan yang menentukan dan perbuatan yang mempengaruhi eluruh
kehidupan kita. Mengikut Yesus adalah lebih luhur dari apa yang selama ini kita
hargai sebagai hal yang paling luhur, yaitu menghormati orangtua dan mencintai
keluarga kita. Mengikut Yesus meminta komitmen dan kesungguhan melebihi segala komiten
dan kesungguhan yang sedang kita jalani selama ini.
Selamat mengikut Yesus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar